Polri Butuh Payung Hukum untuk Perangi Miras Oplosan
Jakarta l lingkarkonsumen.com - Mabes Polri memerlukan “amunisi” tambahan untuk memerangi banjir minuman keras (miras) di sejumlah daerah di Indonesia.
Korps baju cokelat ini butuh aturan yang lebih tegas karena ratusan nyawa melayang karena miras yang dioplos asal-asalan itu dikonsumsi para pemabuk.
“Lagi-lagi masalah regulasi biangnya miras itu alkohol-metanol-etanol yang dijual bebas. Padahal itu untuk campuran cat, bahan bakar lampu, spirtus,” kata Kadiv Humas Polri Irjen Setyo Wasisto di Mabes Polri, Rabu (26/4).
Hilangnya nyawa ratusan pemabuk itu menurut Setyo harusnya jadi momen untuk mengubah regulasi. Buat regulasi seperti kalau ada yang membeli biang alkohol harus mendaftar.
“Kalau belum mendaftar wajib dicurigai. (Kesulitan penindakan ini) sudah dibahas kapolri dengan presiden. Tapi tindak lanjutnya harus ada legialatif yang dilibatkan. Ini tidak hanya eksekutif tapi harus membuat UU baru,” tambahnya.
Selama ini para pembuat dan penjual apalagi peminum tidak bisa dijerat hukum karena tidak ada payung hukum yang tepat untuk memproses mereka sebelum ada korban yang meninggal.
“Kalau tidak ada yang meninggal itu tidak bisa serta merta ditindak atau paling hanya kena Tipiring saja. Hukumannya denda Rp 30 ribu selesai. Akhirnya diulangi lagi,” tambahnya.
Yang dibutuhkan polisi adalah regulasi baru yang ada ancaman pidananya. Misal kalau membeli alhokol-metanol-etanol dan tidak mendaftar bisa diancam pidana.
“Sekarang nunggu menimbulkan korban baru kena pidana. Automatically begitu dia menjual dan menimbulkan korban sakit dan meninggal dia kena pidana UU Pangan (ini terlambat),” urainya.
Korps baju cokelat ini butuh aturan yang lebih tegas karena ratusan nyawa melayang karena miras yang dioplos asal-asalan itu dikonsumsi para pemabuk.
“Lagi-lagi masalah regulasi biangnya miras itu alkohol-metanol-etanol yang dijual bebas. Padahal itu untuk campuran cat, bahan bakar lampu, spirtus,” kata Kadiv Humas Polri Irjen Setyo Wasisto di Mabes Polri, Rabu (26/4).
Hilangnya nyawa ratusan pemabuk itu menurut Setyo harusnya jadi momen untuk mengubah regulasi. Buat regulasi seperti kalau ada yang membeli biang alkohol harus mendaftar.
“Kalau belum mendaftar wajib dicurigai. (Kesulitan penindakan ini) sudah dibahas kapolri dengan presiden. Tapi tindak lanjutnya harus ada legialatif yang dilibatkan. Ini tidak hanya eksekutif tapi harus membuat UU baru,” tambahnya.
Selama ini para pembuat dan penjual apalagi peminum tidak bisa dijerat hukum karena tidak ada payung hukum yang tepat untuk memproses mereka sebelum ada korban yang meninggal.
“Kalau tidak ada yang meninggal itu tidak bisa serta merta ditindak atau paling hanya kena Tipiring saja. Hukumannya denda Rp 30 ribu selesai. Akhirnya diulangi lagi,” tambahnya.
Yang dibutuhkan polisi adalah regulasi baru yang ada ancaman pidananya. Misal kalau membeli alhokol-metanol-etanol dan tidak mendaftar bisa diancam pidana.
“Sekarang nunggu menimbulkan korban baru kena pidana. Automatically begitu dia menjual dan menimbulkan korban sakit dan meninggal dia kena pidana UU Pangan (ini terlambat),” urainya.
Sumber : BeritaSatu.com