Makna Pidato Kenegaraan Presiden Prabowo Pada HUT Kemerdekaan RI Bagi Konsumen
By Dr. Firman Turmantara End.
Pidato kenegaraan adalah salah satu bentuk komunikasi resmi dari seorang kepala negara atau kepala pemerintahan kepada masyarakatnya. Pidato ini biasanya disampaikan secara teratur, seperti tahunan atau dalam situasi-situasi khusus, untuk memberikan informasi mengenai kondisi negara, kebijakan pemerintah, pencapaian, serta arah yang akan diambil dalam masa mendatang.
Ketentuan Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD. Ketentuan ini merupakan dasar dari penyampaian pidato kenegaraan tersebut, dimana rakyat memperoleh informasi mengenai penyelenggaraan negara.
Presiden Prabowo Subianto saat menyampaikan Rancangan APBN 2026 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jumat (15/8/2025) menyampaikan berbagai hal terkait dengan masa pemerintahan beliau selama 299 hari. Dari berbagai hal tersebut, Presiden Prabowo juga menyinggung soal perlindungan konsumen. Pidato Presiden itu telah dicetak dan dipublikasikan oleh Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia.
Pada halaman 13 alinea kedua, disebutkan : "Untuk melindungi konsumen Indonesia, Pemerintah yang saya pimpin akan selalu mewaspadai kecurangan-kecurangan, manipulasi, penipuan, upaya penimbunan dan menahan distribusi bahan pangan. Pemerintah yang saya pimpin tidak akan ragu-ragu: Kami akan selalu tegas pada mereka yang melanggar aturan, mempersulit kehidupan rakyat."
Konsumen sendiri menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Sedangkan pengertian perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.
Status sebagai konsumen tidak dibatasi oleh usia, profesi, atau status sosial. Dari bayi yang baru lahir hingga lansia, bahkan pelaku usaha, semua adalah konsumen. Konsumen adalah seluruh rakyat Indonesia. Barang dan jasa yang dikonsumsi oleh konsumen/rakyat mencakup berbagai aspek kehidupan mulai dari kebutuhan dasar seperti pangan, sandang, papan, pendidikan, kesehatan, transportasi, pelayanan publik, perdagangan elektronik (e-commerce), dll.
Dari pidatonya, tampak presiden Prabowo memahami bahwa perlindungan konsumen merupakan suatu masalah yang berkaitan dengan kepentingan manusia/kemanusiaan, dan menjadi harapan bagi semua bangsa di dunia untuk dapat mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat melalui upaya perlindungan hukum dan jaminan kepastian hukum bagi konsumen. Di Indonesia hal ini dapat dilihat dari Pembukaan dan batang tubuh UUD 1945 yang menyatakan kesejahteraan diwujudkan untuk seluruh rakyat Indonesia.
Dalam bagian lain pidatonya, Presiden Prabowo mengatakan, "...perilaku serakahnomics menimbulkan dampak yang luas pada masyarakat Indonesia. Perilaku segelintir orang yang lebih mengutamakan kepentingan pribadi di atas kepentingan rakyat ini membuat Indonesia sempat mengalami kelangkaan minyak goreng pada tahun 2022 silam. Selain itu, serakahnomics juga terjadi pada pemberian subsidi pupuk, subsidi alat pertanian, subsidi irigasi dan waduk, serta subsidi pestisida. Hal inilah yang menyebabkan harga bahan pangan menjadi mahal."
Akibat praktik serakahnomic tersebut, pertumbuhan ekonomi Indonesia selama tujuh tahun terakhir mentok di kisaran 5 persen. Itupun dengan pertumbuhan ekonomi sebesar itu, terlihat tidak tercermin di lapangan. "Masih terlalu banyak anak-anak yang kelaparan, petani dan nelayan yang kesulitan menjual hasil panennya, rakyat yang belum memiliki rumah layak huni, guru yang belum dihargai, serta keluarga yang tak sanggup berobat karena biaya atau karena tidak ada fasilitas kesehatan di daerah ini," kata Prabowo.
Sebelumnya, Ketua DPR RI Puan Maharani, saat berpidato pada sidang tahunan MPR RI dan Sidang Bersama DPR-DPD RI itu, menyinggung istilah 'Serakahnomics' yang kerap dilontarkan Presiden Prabowo Subianto. Puan menyebutkan bahwa "ada segelintir masyarakat dengan segala kelebihan justru mengeksploitasi rakyat dan sumber daya alam melalui praktik bisnis manipulatif. Bisnis ilegal, tambang ilegal, judi online, narkoba, penyelundupan, dan lain sebagainya."
Istilah "serakahnomics" dapat diartikan sebagai perilaku serakah yang merusak sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Korupsi, praktik usaha curang/mafia ekonomi, dan oligarki adalah wujud/contoh dari perbuatan "serakahnomics". Presiden Prabowo, sebelumnya, menyoroti adanya pelanggaran dalam kenaikan harga beras yang menjualnya dalam kemasan premium dan kerugian yang dialami oleh bangsa Indonesia sebesar Rp100 triliun tiap tahun. Praktik itu menurutnya, sebagai bentuk 'subversi ekonomi' yang menyangkut hajat hidup orang banyak."
Sementara itu dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di Pertamina, Kejaksaan Agung telah memperkirakan kerugian negara, serta kerugian konsumen sebesar Rp 47,6 miliar per harinya, atau setara Rp 17,4 triliun per tahun. Setelah terungkapnya dugaan korupsi di PT Pertamina ini, muncul istilah "Liga Korupsi Indonesia" yang menjadi viral di media sosial. Dan lengkaplah "Liga Korupsi Indonesia" ini dengan diberikannya "penghargaan" dari OCCRP (Organisasi ttg Kejahatan Terorganisasi dan Korupsi) kepada mantan kepala negara ke-tujuh RI sebagai finalis koruptor dunia.
Negara benar² sudah berada dalam kondisi "darurat korupsi" (bahaya serakahnomics), maka demi perbaikan nasib rakyat sebagai konsumen, tidaklah salah jika Presiden Prabowo melakukan _breakthrough_ terhadap kultur serakahnomics, termasuk pemberantasan korupsi yang selama ini dianggap stagnan di era pemerintahan yang lalu.
Ironinya saat ini Negara mengeluarkan berbagai kebijakan pajak dan pungutan secara jor-joran yang justru menambah beban rakyat. Konsumen menjadi korban dari kebijakan yang tampaknya lebih berpihak pada aspek fiskal ketimbang kesejahteraan publik sehingga melahirkan kesenjangan ekonomi-sosial yang semakin parah.
Praktek mafia ekonomi, korupsi dan oligarki yang rakus dan serakah menggasak komoditas kebutuhan hajat hidup orang banyak, yang tidak lepas dari keterlibatan pejabat dan elit politik rezim lama maupun baru yang melakukan KKN, menjadikan cukup banyak air mata rakyat yang menetes akibat kesulitan memenuhi kebutuhan pokok sehari-sehari, maka Presiden Prabowo wajib segera memproses secara hukum, karena jelas menurutnya serakahnomics termasuk tindak pidana 'subversi ekonomi'. Untuk itulah, 20 Oktober tahun ini genap satu tahun pemerintahan Prabowo-Gibran, rakyat tidak bisa menunggu terlalu lama adanya perubahan nasib. Rakyat tengah menunggu apa yang dipidatokan Presiden di depan anggota MPR, DPR dan DPD tersebut, yang memberikan harapan terhadap perbaikan nasib rakyat sebagai konsumen. (***)
*) Penulis : Dr. Firman Turmantara Endipradja, SH., S.Sos., M.Hum dosen Politik Hukum Perlindungan Konsumen Pascasarjana Univ. Pasundan/Ketua HLKI Jabar Banten DKI Jakarta/Mantan Anggota BPKN RI (periode 2013-2016 & 2020-2023).
----------