Berita Terbaru
Live
wb_sunny

Breaking News

Pengelolaan Air PAM Jaya Dikembalikan ke Pemerintah

Pengelolaan Air PAM Jaya Dikembalikan ke Pemerintah


Jakarta l lingkarkonsumen.com - Menjalankan amar putusan Mahkamah Agung (MA) untuk menghentikan kebijakan swastanisasi air minum dan mengembalikan pengelolaan air minum di Jakarta, Perusahaan Air Minum (PAM) Jaya sebagai Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang bergerak di bidang pelayanan air bersih, telah melakukan proses remunisipalisasi, yaitu proses pengembalian pengelolaan air bersih ke pemerintah.
Menurut Dirut PAM Jaya Erlan Hidayat, kontrak dengan swasta memang sudah cacat sejak awal. “Saya juga tidak suka dengan kontrak seperti itu. Masak kita punya kegiatan semuanya disubkontrakkan ke orang lain lantas kami duduk-duduk saja dan terima uang,” kata Erlan menggambarkan kontrak yang selama ini ada antara PAM Jaya dengan pihak swasta. Hal itu disampaikannya saat diskusi mengenai pengelolaan sumber daya air, di Jakarta, Rabu (20/12).

Ketika mulai menjabat sebagai Dirut PAM Jaya, dia melihat lembaga seperti PAM Jaya tidak bisa mencari uang. Tugasnya hanya menunggu tagihan air datang sehingga PAM Jaya mendapatkan dana first party priority requirement (FPPR).

“Dana FPPR itu wajib diterima PAM Jaya. Mau swasta untung atau rugi, saya harus dapat porsi itu. Tugas saya menghabiskan duit itu. Kemudian tunggu lagi bulan depan dapat. Ini yang saya lihat tidak layak sebagai perusahaan yang memberikan pelayanan publik,” ujarnya.

Karena itu ia pun mengajak dua mitra swastanya, yaitu Palyja dan Aetra, duduk bersama untuk memperbarui kontrak konsensi kerja sama. Isi kontrak harus dibalik, tidak lagi mitra swasta berada di depan, melainkan PAM Jaya harus menjadi leading (pemimpin) dalam pengelolaan air bersih di Jakarta. "Kita harus restrukturisasi, kita ubah kontrak ini. Harus dibalik. Jangan Anda di depan saya, Anda harus di belakang saya," terangnya.

Hal ini dilakukannya sebelum pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 121 tahun 2015 tentang Pengusahaan Sumber Daya Air (SDA) dan PP No. 122 tahun 2015 tentang Sistem Penyediaan Air Minum.

Ternyata keinginan merestrukturisasi kontrak yang akan berakhir lima tahun lagi ini disambut baik kedua mitranya. Perubahan yang dilakukan adalah mengembalikan pengelolaan air bersih ke tangan PAM Jaya sebagai BUMD DKI. Mengubah peranan Palyja dan Aetra yang tadinya dari hulu ke hilir, menjadi berperang di tengah untuk membangun PAM Jaya memberikan pelayanan air bersih kepada warga Jakarta.

“Ini sedang berproses. Saya harap proses ini bisa mempercepat perbaikan pelayanan tanpa saya harus menunggu proses yang dilakukan pengadilan. Ini kan pengadilan berproses dari tahun 2012 hingga sekarang. Sayang kan lima tahun terbuang,” tuturnya.

Diakuinya, kontrak kerja sama antara PAM Jaya dengan Palyja dan Aetra sudah berantakan sejak awal. Menurut kontrak, pihaknya tidak boleh berbisnis yang sama dengan kedua mitranya. Tetapi PAM Jaya malah membangun water treatment di Hutan Kota bersama PT Jakarta Propertindo dan Palyja. “Jadi sudah rusak kontrak ini, ya kita ubah sekalian. Inilah proses yang sedang kami jalani. Sehingga, apa pun nanti secara hukum, apa pun nanti isu RUU SDA, saya pikir peningkatan kapasitas produksi dan pembuatan jaringan baru ke wilayah yang belum tersentuh layanan air bersih harus tetap kami lakukan,” imbuhnya.

Diungkapkan, timbulnya swastanisasi pengelolaan air bersih dikarenakan pada 30 tahun yang lalu, Indonesia masih menjadi negara dengan pendapatan per kapita yang cukup rendah. Sehingga saat itu, pemerintah harus meminjam uang ke lembaga donor seperti Bank Dunia. Tidak seperti sekarang dengan menjual surat utang negara.
Dalam menarik pinjaman uang ke lembaga donor, tren dunia saat itu adalah banyak pelayanan publik yang akhirnya diswastanisasikan agar dapat mengembalikan pinjaman tersebut. Sehingga APBD tidak terbebani dengan pengembalian pinjaman.

“Jadi kenapa kita banyak pinjam uang kepada lembaga donor, tujuannya supaya beban APBD tidak banyak. Karena swasta disuruh mencari uang untuk melunasi pinjaman,” paparnya.

Sepanjang tahun 1990 hingga 1996, PAM Jaya banyak membangun instalansi pengolahan air bersih. Seperti IPA Buaran I, IPA Buaran II, IPA Pulogadung, IPA Pejompongan dan Cilandak serta IPA Taman Kota.

Pada tahun 1992, ada tambahan pinjaman dengan nama PAM Jaya Sistem Improvement Project (PJSIP). Dana ini digunakan untuk membangun jaringan pipa ribuan kilometer di Jakarta.

“Jadi ketika semuanya selesai, maka pada tahun 1996, pengelolaan air bersih diswastanisasikan pada tahun 1997. Terjadilah swastanisasi. Tetapi karena air menyangkut orang banyak, maka banyak negara melakukan proses remunisipalisasi. Setiap negara mempunyai sejarah sendiri dalam melakukan remunisipalisasi, ada melalui negosiasi, pengadilan dan macam-macam,” terangnya.

Namun, Provinsi DKI belum berjalan ke arah sana, sampai akhirnya adanya tuntutan dari Koalisi Masyarakat Jakarta Menolak Swastanisasi Air yang menjadi pemicu untuk melakukan remunisipalisasi. Proses pengadilan memakan waktu lima tahun sehingga keluar amar putusan MA.

Sayangnya, putusan MA banyak diinterpretasikan seakan-akan mengajak semua pihak membenci swasta. Hampir semua pemberitaan menyatakan MA memerintahkan Pemprov DKI menghentikan swastanisasi. “Sesungguhnya MA tidak mengarah ke situ. Kebijakan swastanisasi yang harus dihentikan, kontraknya belum tentu,” tukasnya.(B1)

By : Fahmi







Sumber : Suara Pembaruan

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.