Kiki Syahnakri: Militer Harus Junjung Tinggi Supremasi Sipil
Ketua Umum Persatuan Purnawirawan Angkatan Darat (PPAD) Letjen TNI (Pur) Kiki Syahnakri (dok) |
Jakarta I lingkarkonsumen.com - Sejak era reformasi 1998 dan hingga saat ini, bangsa Indonesia menjunjung tinggi supremasi sipil ketimbang supremasi militer.
Pemerintahan di Indonesia adalah pemerintahan sipil, bukan pemerintahan militer yang tertuang dalam perubahan keempat Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan "Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar".
"Sejak reformasi, kita menjunjung tinggi supremasi sipil. Saya setuju karena sudah menjadi aturan konstitusi kita sejak reformasi, bahwa TNI tunduk kepada otoritas sipil," kata Ketua Umum Persatuan Purnawirawan Angkatan Darat (PPAD) Letjen TNI (Pur) Kiki Syahnakri, Jumat (29/9) di Jakarta.
Diakui, terjemahan supremasi sipil adalah supremasi rakyat yang artinya kedaulatan di tangan rakyat. Presiden memegang otoritas atas militer karena dipilih oleh rakyat dan sudah menjadi representasi dari itu semua.
Namun, diingatkan Kiki, di negara mana pun yang namanya supremasi sipil tidak mutlak adanya. Supremasi sipil bisa saja akan digeser dengan supremasi militer ketika negara dinyatakan dalam kondisi darurat.
"Di negeri mana pun tidak mutlak, kalau otoritas sipilnya tidak memegang konstitusi dan negara menuju pada kondisi yang sangat berbahaya maka untuk menjaga itu tentara (militer) di mana pun akan turun untuk menjaga keselamatan bangsa," ucap mantan Wakil Kepala Staf Angkatan Darat itu.
Terkait apakah Indonesia saat ini sudah masuk dalam kondisi darurat atau berbahaya, Kiki enggan berkomentar. Masyarakat sendiri yang bisa menilai. "Sekarang kita tahu apakah negara dalam keadaan bahaya atau tidak, saya tidak mau komentar itu," ujarnya.
Dalam hubungan antara supremasi sipil dan militer, dikatakan, ada yang namanya empat poin objective civilian control. Pertama, profesionalisme militer yang tinggi. Kedua, subordinasi efektif militer terhadap otoritas politik. Ketiga, adanya pengakuan dari otoritas politik terhadap otonomi militer dalam mengatur profesionalismenya. "Sipil juga harus memberi pengakuan bahwa militer dalam menentukan teknis profesionalisme. Contohnya pengangkatan Pangdam jangan dicampuri," kata Kiki.
Keempat, adanya pembatasan atau peniadaan intervensi militer terhadap sipil dan sebaliknya.
Empat formula tersebut kalau dilaksanakan akan ada hubungan antara sipil militer yang cukup bagus.
Diingatkan Kiki, kalangan yang berlatar belakang militer memang belum tentu bisa melepaskan baju miliernya. Jangankan kalangan militer, kalangan sipil pun saat ini ikut-ikutan menarik militer.
"Kalau menurut saya bukan hanya pensiunan militer. Tetapi sipil juga banyak yang mempengaruhi militer, apalagi yang militer. Mengajak-ajak militer dan bergantung pada militer. Seharusnya, biarkan militer menjalankan perannya," ungkap Kiki.
Dikatakan, siapa pun pemimpin Indonesia yang berkuasa saat ini, masih akan sulit mewujudkan Indonesia yang sesuai dengan cita-cita bersama yakni mewujudkan Indonesia yang adil dan makmur.
"Saat ini bukan soal pemimpinnya, tetapi sistem dan lingkungan politik Indonesia yang tidak sehat. Sebagus apa pun pemimpin, kalau sistemnya seperti ini akan sulit mewujudkan leadership yang bagus. Bangsa yang sangat majemuk, basis bangsa kolektif, tetapi sistem politiknya dilaksanakan sistem politik individual," kata Kiki.
Dari berbagai kondisi tidak stabil (instabilitas), tentu hal itu yang dikehendaki pihak yang ada di luar sana. Tujuannya untuk dapat lebih mempermudah hegemoni (bentuk penguasaan terhadap kelompok tertentu dengan menggunakan kepemimpinan intelektual dan moral) di Indonesia.
By : Djunaedy
Sumber : Suara Pembaruan