Berita Terbaru
Live
wb_sunny

Breaking News

BPKN: Pencabutan Izin First Media dan Bolt Jangan Rugikan Konsumen

BPKN: Pencabutan Izin First Media dan Bolt Jangan Rugikan Konsumen

Ilutrasi 
Lingkarkonsumen.com - Kementerian Komunikasi dan Informatika sedang merampungkan Surat Keputusan (SK) Pencabutan Izin Penggunaan Frekuensi Radio yang dipakai oleh PT First Media Tbk, PT Internux atau Bolt dan PT Jasnita Telekomindo.

Ketiga perusahaan tersebut menunggak Biaya Hak Penyelenggaraan (BHP) frekuensi. Ketiganya ditindak setelah melewatkan dua kali jatuh tempo 17 November 2016 dan 17 November 2017. PT First Media, Tbk memiliki jumlah tunggakan Rp364,8 miliar, PT Internux Rp343,5 miliar dan PT Jasnita Telekomindo berutang Rp2,2 miliar.

Pencabutan izin frekuensi perusahaan itu menimbulkan kekhawatiran bagaimana dengan nasib pelanggan. Perlindungan pelanggan ketiga perusahaan tersebut menjadi perhatian dari Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN).

Koordinator Komisi IV BPKN, Nurul Yakin Setyabudi mengatakan, sejauh ini belum ada aturan khusus tentang kompensasi penghentian layanan. Untuk itu perlu ada kesepakatan yang dibuat yang memastikan hak pelanggan tidak dirugikan.

Untuk skema perlindungan pelanggan dalam kasus ini, Nurul Yakin menuturkan, dalam hal pengalihan layanan ke operator lain, regulator atau lembaga konsumen turun tangan melalui kesepakatan Business to Business dengan operator lain. Dalam pengalihan ini, tak melibatkan konsumen.

"Pokoknya, jangan sampai konsumen dirugikan. Ibaratnya jangan sampai ada pemutusan layanan walau satu detik pun,” kata dia kepada VIVA, Senin, 19 November 2018.

Jika layanan di pindah ke operator lain, maka menurutnya, pelanggan jangan sampai dikenakan biaya pemasangan atau instalasi baru.

"Operator harus menyiapkan mekanisme agar pemindahan layanan operator lain berjalan baik dan sederhana," ujarnya.  

Dalam hal ketiga perusahaan yang dimaksud tadi belum mencapai kesepakatan pengalihan, bukan kemudian mereka lepas tangan.

Ketiga perusahaan tersebut, kata Nurul, harus memberikan kompensasi ganti rugi yang disepakati pelanggan. Kesepakatan ini perlu dilakukan, sebab sampai saat ini belum ada aturan kompensasi penghentian layanan.

"Kesepakatan kompensasi ini melibatkan perwakilan konsumen dan stakeholder. Walau tidak menutup peluang bagi konsumen tuntut sendiri kalau tidak puas," jelasnya.

Soal nilai besaran kompensasi, skemanya diserahkan kesepakatan dari regulator dan stakeholder dan jika perlu melibatkan pembahasannya dengan perwakilan konsumen.
Soal batasan waktu pemberian kompensasi, Nurul Yakin meminta Kominfo untuk sigap dan jangan mengulur-ulur pencabutan izin ketiga perusahaan tersebut.

Menurutnya, Kominfo harus segera mungkin mengambil keputusan soal pemberian kompensasi pelanggan. Jika terus dibiarkan, maka pengguna akan memakai layanan yang ilegal.

"Jadi secepatnya lah. Kalau menuntut ketentuan perlindungan konsumen ya, (kompensasi) harus 10 hari tuntas. Penyelenggara telekomunikasi ini kan layanan publik, jadi tak boleh terlarut-larut," jelasnya.

Nurul mengatakan, ketentuan ganti rugi ke pelanggan telekomunikasi sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi.

Pada pasal 68 aturan pemerintah itu dijelaskan soal skema detail ganti rugi pelanggan.

Pasal 68 ayat 1 berbunyi, :"Atas kesalahan dan atau kelalaian penyelenggara telekomunikasi yang menimbulkan kerugian, maka pihak-pihak yang dirugikan berhak mengajukan ganti rugi kepada penyelenggara telekomunikasi,".  

Pasal 68 ayat 2 berbunyi: "Penyelenggara telekomunikasi wajib memberikan ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), kecuali penyelenggara telekomunikasi dapat membuktikan bahwa kerugian tersebut bukan diakibatkan oleh kesalahan dan atau kelalaiannya. (3) Ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terbatas kepada kerugian langsung yang diderita atas kesalahan dan atau kelalaian penyelenggara telekomunikasi.





Sumber : Viva.co.id

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.